KRITIKAN Guru Jadi Tukang Beri Tugas Saat Belajar Daring Tuai Berbagai Komentar Netizen, Gurupun Angkat Bicara

KRITIKAN Guru Jadi Tukang Beri Tugas Saat Belajar Daring Tuai Berbagai Komentar Netizen, Gurupun Angkat Bicara

Selasa, 31 Agustus 2021


Gurubisa.com - Kritik dari Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Bali terkait maraknya guru hanya jadi tukang beri tugas saat pembelajaran daring mendapat respons dari banyak netizen.


Sebagian besar membenarkan kondisi tersebut. Walau begitu, ada beberapa yang diduga guru menyanggah anggapan tersebut.


Hal ini pun kian ramai dibicarakan terutama netizen di media sosial, ketika radarbali.id menulis sebuah artikel terkait cara lain untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan dalam pembelajaran daring. Apa saja yang dikatakan para netizen?


Akun Wayan Sudiarta dalam komentarnya menyampaikan idenya sebagaimana yang juga disarankan dalam pemberitaan sebelumnya. Sudiarta menulis:


“Anak anak... Buka buku halaman sekian dan kerjakan halaman sekian...seperrti ini setiap harinya...kenapa guru guru tidak membuat video terlebih dulu dan membuat penjelasan tentang pelajaran nya...maaf ini cuman masukan”.


Begitu juga akun Wayan Sumerta: “Gampang jadi guru sekarang tinggal nyuruh buka halaman, kerjakan, selesai udah, uang spp tetap bayar,”.


Ada juga netizen dengan nama akun Aji Rai mengatakan:


“Yg jadi korban anak kita, di saat orang tua sibuk cari nafkah biar dapur bisa ngepul harus bantuin anak buat tugas kadang emosi orang tua juga nggak bisa kebendung jadinya dilampiaskan lah ke anak,jadi menurut saya pembelajaran tatap muka dg prokes yg ketat sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan anak biar anak tidak menjadi pelampiasan ini riil terjadi di lapangan”.


Meski demikian, ada beberapa netizen yang diduga guru. Namun, dari komentar beberapa guru yang memberikan pembelaan sepertinya ada beberapa perbedaan model pembelajarn daring di tingkat Pendidikan menengah (SMA/SMK) dengan pendidikan dasar (SD dan SMP).


Pada pendidikan SMA, guru masih lebih kreatif dalam menyiapkan bahan ajar. Dan karena siswa SMA sudah terbiasa dengan gawai maupun komputer, guru lebih mudah dalam proses belajar mengajar secara online. Misalnya menggunakan aplikasi zoom dan lainnya.


Hal ini berbeda dengan pengakuan orang tua siswa SD. Guru-guru SD pada umumnya kesulitan dalam mentransfer pengetahuan. Akibatnya, yang terjadi adalah guru SD membebankan tugas setiap hari kepada siswa. Namun, beban itu sesungguhnya ada pada orang tua siswa yang menampingi anak belajar.


Salah satu guru yang ikut curhat seperti ditunjukkan melalui akun Luhde Latri. Dia menyampaikan bahwa dirinya yang sebagai guru ini sudah semaksimal mungkin mengajar.


“Maaf sebelumnya tiang ikut berkomentar, sebagai guru menurut saya pribadi sdh berusaha semaksimal mungkin,” kata Latri.


Bahkan, Latri menyebutkan beberapa hal yang telah dilakukan, antara lain:


1. Membuat materi ajar yg sesuai dgn mapel sesuai jadwal pelajaran dgn mencari berbagai referensi


2. Memplajari berbagai aplikasi utk memaksimalkan pembelajaran daring dgn mengikuti berbagai macam diklat secara online


3. Ngeshare materi dgn resume dan vidio pembelajaran


4. Memeriksa tugas siswa dan input nilai


5. Membuat administrasi guru 


6. Merespon pertanyaan2 siswa


7. Melakukan zoom meeting.


Dan masih banyak lagi komentar lainnya di akun fanspage Facebook Radar Bali. Bahkan, hingga Selasa sore (31/8), berita ini ratusan kali, dan dibagikan puluhan kali, serta di-like 1.600-an akun.


Sebelumnya, Ketua LMND Eksekutif Wilayah Bali, Jonathan Kevin menyebut, di tengah pembelajaran daring banyak guru yang hanya jadi tukang beri tugas. Tidak banyak guru yang berinovasi dalam melakukan pembelajaran secara daring.


Dia pun mengakui kualitas guru tidak sama. Untuk itu, Kevin mendesak agar pemerintah menyikapi masalah pembelajaran daring ini dengan melakukan sentralisasi bahan ajar. Bahan ajar tersebut bisa berupa video interaktif atau lainnya. Bukan sekadar guru memberi tugas.


Untuk mencapai sentralisasi bahan ajar ini, maka pemerintah bisa melakukan tiga cara. Pertama, membeli ke pihak perusahaan yang menyediakan bahan ajar; Kedua, membuat sayembara bagi siapa pun untuk membuat bahan ajar; dan Ketigapemberintah membuat tim khusus dalam menyusun bahan ajar tersebut.


Bahan-bahan ajar yang berisi video interaktif ini kemudian didistribusikan kepada para guru, yang kemudian dibagikan juga kepada siswa. Dengan cara ini, guru tidak hanya melempar tugas, dan yang ujungnya pembebanan proses belajar mengajar pada orang tua siswa. 


Sumber : jawapos.com


Demikian berita terkini yang dapat kami bagikan, semoga bermanfaat.